Mencintai Alam, Mencintai Indonesia

Judul Buku : Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan
Penulis        : Prof. Oekan S. Abdoellah, Ph.D.
Penerbit      : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan      : 2017
Tebal          : xxii + 258 halaman
ISBN          : 978-602-03-7197-9

Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dengan alam. Jika manusia tidak ramah kepada alam, alam tidak akan bisa memberikan konstribusi positif kepada manusia. Terjadinya bencana ekologis seperti banjir dan longsor merupakan tanda ketidakramahan manusia terhadap alam. Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut, perlu adanya kesadaran bersama bahwa alam merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Kiranya, buku Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan karya Prof. Oekan S. Abdoellah, Ph.D. merupakan referensi berharga untuk menambah wawasan seputar lingkungan. Disadari atau tidak, lemahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitar di antaranya karena kurangnya pengetahuan betapa pentingnya merawat hubungan antara manusia dengan alam. Buku ini akan menuntun pembaca untuk memperbaiki hubungan tersebut.
Buku ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama mengulas dasar-dasar ekologi manusia secara ringkas, mencakup landasan filosofis, konsep pokok, serta beberapa pendekatan dan teori. Secara filosofis, ekologi manusia bertumpu pada pandangan ontologis yang menyatakan bahwa manusia dan lingkungan bukanlah dua entitas yang bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain (hal. 1).
Hubungan manusia yang tidak harmonis dengan alam akan menimbulkan sesuatu yang akan merugikan manusia itu sendiri. Pemberitaan tentang penebangan hutan secara liar seringkali menjadi topik utama di media massa. Akibatnya, banjir terjadi di mana-mana. Longsor pun menutup jalan utama, atau menimbun sejumlah rumah warga. Siapa saja yang mengalami kerugian? Bukan hanya pelaku penebangan hutan secara liar, masyarakat yang tidak melakukan apa-apa terkadang ikut menanggung kerugian. Ibarat pepatah : Tidak ikut makan nangkanya, tetapi kena getahnya.
Alam yang ramah sangat berpengaruh terhadap perkembangan budaya masyarakat. Seorang ahli geografi, Ellis Huntington menegaskan bahwa faktor alam sebagai faktor yang aktif dan menentukan perkembangan kebudayaan manusia. Apabila terjadi variasi di kondisi alam yang hampir serupa, itu hanyalah suatu kebetulan. Karenanya, Huntington berpandangan bahwa bagian terbesar kebudayaan manusia lebih ditentukan oleh kondisi alam ketimbang kondisi sosial budayanya sendiri (hal. 59).
Huntington seakan mengingatkan bahwa manusia harus mampu merawat hubungan baik dengan alam. Bahkan, agama pun memperingatkan bahwa kerusakan alam, baik darat maupun laut, itu disebabkan ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Dogma agama ini terkadang tumpul di hadapan pemeluknya. Padahal, anjuran ramah lingkungan ini merupakan suatu hal yang memiliki dampak positif kepada manusia itu sendiri.
Bagian kedua buku ini dibagi ke dalam tiga golongan. Pertama, bab empat dan bab lima mengangkat penelitian tentang sistem agroforestri tradisional di Jawa Barat, yakni pekarangan dan kebun talun dalam konteks perubahan sosial ekonomi dengan masuknya pasar ke dalam kehidupan petani. Kedua, bab enam menyoroti kerusakan lingkungan serta proses penyeragaman lanskap terkait pembangunan pertanian di Daerah Aliran Sungai Citarum, Jawa Barat. Ketiga, bab tujuh dan delapan terkait penerapan konsep adaptasi manusia di lingkungan baru dan dengan pemukiman kembali.
Bagian ini diakhiri dengan bab penutup (bab sembilan) memberikan pemaparan tentang perlunya pendekatan ekologi manusia dalam mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan di Indonesia agar tidak lagi menjadi mimpi yang berkelanjutan (hal. 95). Implementasi dari sebuah konsep tidak kalah penting. Sebab, sejuta konsep yang matang tanpa adanya implementasi di lapangan hanya akan melahirkan kamuflase. Upaya untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Jadi, perlu adanya pemahaman tentang ekologi manusia menuju pembangunan berkelanjutan di Indonesia secara benar dan bertanggung jawab. Upaya ini dilakukan bukan sekadar untuk kepentingan manusia Indonesia, tetapi juga kepentingan lingkungan yang kelak diwariskan kepada generasi mendatang. Setelah memahami ekologi manusia, langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan pengetahuan tersebut dalam langkah konkret.
Nah, buku ini sangat tepat dijadikan bahan referensi. Buku ini memiliki benang merah yang cukup tegas dalam memperkenalkan disiplin akademik ekologi manusia, baik pada tataran konseptual-teoritis maupun analisis-empiris. Buku ini menyimpan data penting sekaligus optimisme yang tinggi bahwa pembangunan berkelanjutan di Indonesia bisa segera terwujud, atas kesadaran dan usaha bersama.

*Suhairi adalah Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bilangan Fu; Semangkuk Bakso dengan Sedikit Kuah

Makna Toleransi ala Imam Syafi’i

Alyssa dan Persoalan Hidup yang Bertubi