Makna Toleransi ala Imam Syafi’i

Judul Buku : Imam Syafi’i sang Penegak Sunah
Penulis        : Irfan Mahardika
Penerbit      : Emir, Jakarta
Cetakan      : 2017
Tebal          : 106 halaman
ISBN          : 978-602-0935-53-9

Komik bisa menjadi salah satu media untuk menyampaikan kearifan-kearifan para tokoh. Kearifan-kearifan tersebut merupakan substansi nilai luhur kemanusiaan yang pada saat ini semakin memudar. Untuk merawat nilai-nilai tersebut, seorang komikus, Irfan Mahardika, mengangkat biografi Imam Syafi’i melalui media komik. Komik Imam Syafi’i sang Penegak Sunah ini memiliki pesan mendalam tentang perjuangan seorang tokoh dalam menghadapi perbedaan.
Bagi umat Islam, Imam Syafi’i merupakan salah satu tokoh terkemuka yang memiliki pengaruh besar terhadap peradaban Islam. Lelaki yang dilahirkan di Gaza, Palestina ini memiliki kecerdasan yang luar biasa. Saat usianya sembilan tahun, ia sudah menghafal Al-Quran. Bakatnya yang menakjubkan ini banyak dilirik ulama pada saat itu.
Ketika menuntut ilmu, Imam Syafi’i suka mengembara. Ia berguru kepada ulama-ulama Mesir. Kemudian, ia merantau ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik. Pengembaraan Imam Syafi’i dalam mencari ilmu membuat dirinya tidak memiliki waktu untuk kembali ke kota Makkah. Namun, hal tersebut tidak membuatnya sombong dan angkuh. Ia selalu menghormati pendapat orang lain yang memiliki titik perbedaan dengan pendapat dirinya.  
Ketika berada di Baghdad, Imam Syafi’i melaksanakan salat tanpa takbiratul ihram. Ia menghormati Imam Abu Hanifah dan para pengikut mazhab Hanafi. Imam Syafi’i juga tidak menjadi imam salat, karena ia tidak mau terlihat seolah-olah memaksa pada pengikut mazhab Hanafi untuk mengikuti mazhabnya. Apalagi, Imam Syafi’i belum lama berada di Baghdad, sehingga mereka belum mengenal dirinya dengan baik (hal. 32).
Pemikiran Imam Syafi’i tidak berada pada garis radikal. Ia adalah sosok moderat dan menghargai setiap perbedaan. Hal ini disebabkan kualitas keilmuan  yang dimilikinya sangat mumpuni. Selain hafal Al-Quran, Imam Syafi’i mendalami Ilmu Hadits, Ilmu Fikih, Ilmu Al-Quran, dan lain-lain. Dalam menghadapi setiap perbedaan, Imam Syafi’i selalu menjadikan Al-Quran dan Al-Hadits sebagai rujukan utama.
Di Baghdad, Imam Syafi’i mendapat intimidasi dari sejumlah masyarakat karena pendapatnya berbeda dengan mayoritas umat. Walaupun demikian, Imam Syafi’i tidak menganggap pendapatnya merupakan sesuatu yang harus dianut oleh masyarakat Baghdad. Ia berpendapat, jika fatwa yang disampaikan menyalahi Al-Quran dan Al-Hadits, maka tak seorang pun diperbolehkan mengikuti fatwa tersebut. Sebaliknya, Imam Syafi’i tidak akan berhenti berfatwa selama tidak bertentangan dengan sumber ajaran Islam tersebut.
Ia hampir dipenjara. Seseorang bernama Syekh Isa menghadap Al-Makmun, khalifah kota Baghdad, agar mengusir atau memenjarakan Imam Syafi’i. Alasannya, Imam Syafi’i dianggap telah memecah-belah masyarakat Baghdad. Namun, Al-Makmun menolak permintaan tersebut. Selain karena atas undangan sang khalifah, peristiwa tersebut diharapkan tidak terjadi kali kedua.
Ketika ayah Al-Makmun menjadi Khalifah di Baghdad, Imam Syafi’i pernah dipenjara. Kedua kaki dan tangannya dirantai, lalu dipukul dengan rotan. Setelah Imam Syafi’i dipenjara dan disiksa, ternyata ia berada pada pihak yang benar. Ia mendapat ampunan dan kebebasan. Pihak yang menuduh lalu dipenjara (hal. 33-34).
Imam Syafi’i merupakan sosok yang memiliki keyakinan luar biasa. Imannya yang kuat tidak mampu mengubah pendiriannya walaupun harus dipenjara. Ia terus berfatwa dari suatu tempat ke tempat yang lain tanpa mengenal rasa takut. Ia juga terus beribadah walaupun dalam kondisi tubuh yang tidak sehat. Bahkan, ia masih sempat menulis 142 kitab di sela-sela kesibukannya mengajar ilmu agama kepada masyarakat (hal. 81).
Semangat dan perjuangan Imam Syafi’i perlu diketuk-tularkan kepada generasi bangsa. Ia bukan sekadar sosok tangguh dalam menghadapi berbagai intimidasi atau hinaan masyarakat. Ia tidak takut dipenjara selama apa yang disampaikan tidak menyalahi aturan. Ia juga merupakan sosok yang toleran menghadapi perbedaan. Maka, komik Imam Syafi’i sang Penegak Sunah merupakan bacaan yang tepat untuk sebuah toleransi dan atas nama persaudaraan. Amin !

*Suhairi adalah Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bilangan Fu; Semangkuk Bakso dengan Sedikit Kuah

Alyssa dan Persoalan Hidup yang Bertubi