Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

Lampu Templek Mbah Sholeh

Lelaki yang biasa dipanggil Mbah Sholeh itu merebahkan tubuhnya di sebuah ranjang tua. Sebentar kemudian ia terlelap. Ia terlalu capek setelah seharian bekerja; mencangkuli sawah, memberi makan ternak, dan memandikan sapi. Ia harus bangun pagi; mengaji Al-Quran sebelum subuh, mengumandangkan azan, membaca dzikir dengan sisa-sisa suaranya yang tidak terlalu merdu, sambil menunggu anak-anak tetangga mengaji Al-Quran. Setelah Sholat Dhuha, Mbah Sholeh melakukan kegiatan rutinnya. Menjelang mahgrib ia sudah berada di Musolla. Mengurusi anak-anak tetangga mengaji Al-Quran, menghafal sifat-sifat wajib dan muhal bagi Allah dan Rosulnya. Setiap malam Sabtu anak-anak tidak usah mengaji Al-Quran. Mereka belajar dan menghafal bacaan sholat-sholat fardlu. “Mbah, Rani sudah bisa membaca Al-Quran sendiri, Mbah,” Kata Rani, salah satu santrinya. “Kalau Ahmad sudah hampir hatam Quran Kecil,” Ahmad tak mau kalah. “Mbah, jika saya pandai mengaji Al-Quran, saya akan mengaji ke atas Mbah, ya,” Rom