Memahami Karakter Muslim di Era Media Sosial
Judul Buku : Gen M: Generation Muslim
Penulis : Yuswohady, dkk.
Penerbit : Bentang, Yogyakarta
Cetakan : 2017
Tebal : xxv + 282 halaman
ISBN :
978-602-291-260-6
Gen M ini adalah generasi baru muslim
Indonesia yang relegius, modern, inklusif, dan makmur. Mereka adalah muslim
yang menjadi warga global village.
Mereka juga merupakan muslim yang digital savvy
dan akan diprediksi akan menjadi pasar masa depan.
Dalam catatan buku ini, Gen M memiliki
empat karakteristik unik yang membentuk nilai, perilaku, dan aspirasinya. Pertama, mereka taat pada ajaran-ajaran
Islam (religious). Kedua, berpengetahuan, berwawasan
global, dan mengadopsi teknologi (modern).
Ketiga, mengedepankan kebaikan dan
kemanfaatan universal (universal goodness);
dan makmur alias memiliki daya beli yang tinggi (high buying power) (hal. 50).
Keempat karakteristik ini sangat berpengaruh
pada tingkah laku dan kepribadian Gen M. Media sosial yang lahir dengan aneka
fasilitas telah mengikat banyak orang untuk tidak ke mana-mana. Di satu sisi,
fasilitas tersebut mampu memudahkan komunikasi antarsesama, tetapi juga mampu
menciptakan jarak yang sangat jauh, padahal mereka berada dalam ruang yang
sama.
Anak-anak sekarang lebih banyak menghabiskan
waktunya dalam sehari bersama perangkat teknologi digital (smartphone,
Komputer, iPod, kamera) dan beragam apps ketimbang dengan teman atau
anggota keluarga. Lebih banyaknya aktivitas online daripada offline
menyebabkan kemampuan relationship dan social skill secara offline
cenderung defisit (hal. 59).
Di sisi lain, anak-anak perlu mendapat “suntikan” moral yang lebih intensif sebagai
penanaman akhlakul karimah. Akhlak tersebut nanti yang akan menjadi kontrol
bagi anak-anak agar tidak keluar dari norma agama dan nilai-nilai budaya yang
ada. Pola belajar dan pola pendidikan anak perlu mendapat jatah lebih untuk
menekan seminimal mungkin waktu mereka tersita oleh aneka aplikasi dan
fasilitas di media sosial.
Terkait hal itu, Amr Abdalla mengelompokkan
pendidikan Islam terbagi menjadi empat jenis yang sesuai dengan kondisi di
Indonesia. Pertama, Islamic education with minimal general education
yang berarti konsep pendidikannya didominasi muatan agama. Pondok pesantren
tradisional masuk kategori ini. Kedua, mixed Islamic and general education
yang menitikberatkan peserta didiknya memiliki dua kemampuan sekaligus, yakni
ilmu pengetahuan umum dan agama. Pondok pesantren modern menjadi contoh
kategori ini.
Ketiga, general education with minimal religious education, yakni jenis
pendidikan yang menekankan banyaknya muatan umum daripada agama. Contohnya
adalah sekolah umum (public school). Sedangkan kategori keempat
adalah mixed Islamic and high quality general education, yakni model
gabungan pendidikan agama Islam dan sains modern dengan standar bagus. Beberapa
sekolah Islam internasional bisa dijadikan contoh tipe ini (hal. 201-202).
Kiranya, kita harus bersunguh-sunguh
menyiapkan generasi bangsa di tengah himpitan media sosial. Mengoptimalkan
pendidikan bagi anak-anak di lembaga pendidikan merupakan sesuatu yang sangat
penting. Yang tak kalah penting, untuk mengimbangi pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi perlu digalakkan penanaman akhlakul karimah. Nah,
buku ini bisa dijadikan referensi kontekstual sesuai dengan kondisi kekinian.
*Tulisan ini Dimuat di Harian Tribun Jateng, Minggu, 04 Maret 2018
**Suhairi adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Pamekasan Madura
Komentar
Posting Komentar