Rumi, Syair, dan Relegiusitas
Judul Buku : Akulah Angin Engkaulah Api
Penulis : Annemarie Schimmel
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : I, November 2016
Tebal : 272 halaman
ISBN :
978-979-433-986-2
Untuk memahami Rumi diperlukan kajian yang
intensif dengan bekal pengetahuan yang maksimal. Bahkan, seseorang yang ingin
mengkaji dan menganalisis karya-karya Rumi harus memahami betul biografi dan pendidikan
yang telah ditempuhnya. Sebab, latar belakang ini akan memengaruhi karya-karya
Rumi.
Namun terkadang, Rumi tak selamanya mudah
dimengerti dan dipahami. Apalagi, Rumi sendiri tidak memahami dirinya sebagai
penyair. Data yang menunjukkan hal itu adalah : Di manakah aku/ di manakah
puisi?// tetapi orang Turki membisikku:/ hai, siapakah engkau?//. Bait
tersebut ditulis dalam bahasa Turki, mengungkapkan sikap Rumi terhadap syairnya
sendiri: Dia tidak sepenuhnya mengerti bagaimana ia bisa menjadi penyair.
Pernyataan ini terkesan kontroversi dengan
kondisi Rumi. Penyair ini mengatakan dalam kitab fihi ma fihi bahwa ia
menulis syair untuk menghibur sahabat-sahabatnya. Ini terasa janggal. Mengapa?
Sosok Rumi merupakan penyair yang telah menulis hampir empat puluh ribu syair
liris dan lebih dari dua puluh lima ribu baris syair didaktik (hal. 53).
Diterima atau tidak, seseorang yang telah
menciptakan puluhan ribu syair tentu akan mendapat pengakuan dari publik bahwa
ia adalah seorang penyair. Begitu juga sosok Rumi yang memiliki kreativitas
tinggi dalam menciptakan dan merangkai baris perbaris atau bait perbait. Hingga
saat ini, karya-karya Rumi selalu dibaca, didiskusikan, dikaji, bahkan
dianalisis dengan teori tertentu. Karya-karya tersebut berisi pengalaman spiritual
dan sarat dengan muatan relegius.
Nilai-nilai
relegius tersebut tersirat dalam segala yang dapat pikir itu fana/ yang
tidak dapat terpikirkan,itulah Tuhan// Annemarie Schimmel menilai,
yang menjadi basis, pusat, dan tujuan pemikiran Rumi adalah Tuhan Yang Maha Esa
lagi tak terbatas, yang Zat-Nya tak pernah dapat terjangkau, tetapi tak pernah
harus menjadi tema pemikiran dan diskusi.
Syair dan prosa Rumi adalah upaya
untuk berputar mengelilingi Dia. Dia yang karya-karya-Nya sangat jelas terlihat
dalam alam semesta dan yang telah berjanji kepada umat manusia bahwa Dia akan
mendengarkan doa mereka. Dia menciptakan alam ini dari ketiadaan dan senantiasa
menciptakan hal-hal yang baru. Mustahil membuktikan keberadaan Tuhan dengan
menggunakan sarana logika dan intelektual (hal. 99-100).
Kualitas ketauhidan Rumi sangat
mumpuni. Ia mengetahui secara detail sifat-sifat Tuhan dan kemahaagungan-Nya.
Proses penciptaan sesuatu diawali dari kondisi tiada menjadi ada. Ini berdampak
pada syair-syair yang diciptakan. Artinya, Rumi menulis puisi serba relegius
karena ia memiliki dasar dan ilmu yang tak bisa diragukan. Sehingga, kualitas
keilmuannya memengaruhi karya yang lahir dari tangannya.
Dalam hal ibadah salat, Rumi pun
memiliki kekuatan dahsyat dan kemampuan yang luar biasa. Penulis biografi Rumi,
Sipahsalar, menuturkan bagaimana sang guru menghabiskan satu malam dengan salat
di masjid. Dalam salat, ia menangis sedemikian rupa sampai-sampai jenggotnya,
yang basah karena air matanya, membeku dan menyentuh tanah. Kisah ini tampaknya
berlebihan, bahkan tidak masuk akal bagi pembaca modern. Namun, kisah itu
memperlihatkan intensitas kehidupan ibadah Rumi (hal. 209).
Sebagai seorang muslim, bisa
dipastikan bahwa Rumi mengetahui secara detail kualitas ibadah Nabi Muhammad
SAW. Nabi melaksanakan ibadah hingga kakinya membengkak. Padahal, ia adalah
salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang telah dijamin masuk syurga. Alasannya, ia
ingin menjadi hamba Tuhan yang bersyukur atas segala karunia yang diberikan.
Mengikuti jejak sang nabi, Rumi ingin memaksimalkan
kualitas ibadahnya. Inilah yang menyebabkan konten syair yang diciptakan selalu
bernuansa relegius. Rumi mengajak pembaca agar kembali kepada Tuhan, dengan
cara yang halus, dengan rangkaian kalimat yang tak melukai. Inilah Rumi, inilah
syair, dan inilah relegiusitas.
*Tulisan ini dimuat di Kabar Madura, 12 Desember 2017
**Suhairi adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Pamekasan Madura
Komentar
Posting Komentar