Cara Novel Melawan Koruptor


Judul Buku    : Novel Baswedan: Biarlah Malaikat yang Menjaga 
                        Saya
Penulis           : Zaenuddin HM
Penerbit         : Mizan, Bandung
Cetakan         : I, November 2017
Tebal             : 270 halaman
ISBN             : 978-602-441-046-9

Tindak pidana korupsi di negeri ini harus segera diberantas. Setidaknya, inilah yang tertanam dalam diri Novel Baswedan. Sepak terjang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini terbilang sangat berani. Ia tidak takut walaupun nyawa menjadi taruhannya. Kendati demikian, usahanya memberantas korupsi bukan sekadar menuai pujian, tetapi juga menuai teror yang bertubi-tubi.
Publik semakin mengenal sosok Novel sejak kasus penyiraman air keras oleh orang tak dikenal. Kornea matanya harus dioperasi, Ia harus menjalani operasi besar di Singapore General Hospital. Penglihatan Novel hingga kini belum sembuh sempurna sebagaimana sedia kala. Sedangkan pelaku penyiraman air keras tersebut masih misterius.  
Sepak terjang Novel memberantas korupsi ditulis oleh seorang jurnalis senior, Zaenuddin HM. Buku yang berjudul Novel Baswedan: Biarlah Malaikat yang Menjaga Saya ini merupakan kisah perjalanan hidup Novel sejak kecil hingga menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Abraham Samad, Ketua KPK 2011-2015 menulis sebuah testimoni dalam buku ini bahwa Novel adalah seorang yang sangat tangguh. Ia mempunyai integritas yang kuat. Novel mendedikasikan seluruh waktunya untuk pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, ia tidak pernah takut menjalankan tugasnya sebagai pejuang pemberantas korupsi walaupun risiko yang dihadapi cukup besar dan membahayakan jiwa.
Novel merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Kakaknya bernama Taufik Baswedan, sedangkan dua adiknya bernama Hafidz Baswedan dan Hilda Baswedan. Kepada Novel, Fatmah, sang ibu, mendidiknya dengan keras dan disiplin. Novel tidak suka bergaul dengan anak-anak seusianya yang biasa menggunakan bahasa atau kata-kata kasar. Novel lebih memilih bermain di rumah (hal. 53).
Pendidikan keluarga menjadi penentu karakter Novel pada masa yang akan datang. Setamat dari Akademi kepolisian (Akpol), ia memulai karirnya sebagai penegak hukum dengan cara menjadi anggota Polri pada 1998. Novel sempat menduduki posisi sebagai Kapolsek Kaur Selatan dan Kasat Reserse di Mapolres Rejang Lebong, Bengkulu. Sejak saat itulah, Novel harus menyiapkan mental menghadapi pelbagai aksi teror yang ditujukan kepadanya.
Novel memiliki semangat kuat dan mental baja dalam memberantas kejahatan. Ketika bertugas di Bengkulu, Novel sangat getol memberantas aksi perjudian. Risiko yang dihadapi, rumah Novel sempat dikepung backing para penjudi. Namun, kondisi tersebut tidak menciutkan nyalinya memberantas kejahatan. Novel juga getol menangkap motor bodong yang berkeliaran dan menangkap pelaku illegal logging atau penebangan hutan secara liar (hal. 70-77).  
  Pada 2014, Novel termasuk dalam daftar 28 penyidik dari Polri yang diangkat menjadi pegawai KPK. Pengangkatan tersebut berdasarkan pasal 7 PP No. 63 Tahun 2005 tentang Sumber Daya Manusia (SDM) di KPK. Tentu, keberadaan Novel diharapkan memiliki peran besar dalam rangka pemberantasan korupsi di negeri ini. Apalagi, tugas yang dihadapi KPK membutuhkan pemikiran yang cerdas dan energi yang ekstra.
Bayangkan, dalam catatan buku ini, data penanganan perkara pada akhir 2016, misalnya, KPK melakukan penyidikan pada 140 kasus, yang terdiri atas 41 kasus sisa tahun 2015, dan 99 kasus baru pada 2016. Sementara di bidang penuntutan, KPK telah melaksanakan kegiatan penuntutan terhadap 111 perkara, yang terdiri atas 35 perkara sisa dari tahun 2015 dan sebanyak 76 perkara pada tahun 2016.
Walaupun tidak sendiri, Novel memiliki pekerjaan dan tanggung jawab besar. Tugas suci memberantas korupsi tentu saja tidak selalu diapresiasi positif oleh masyarakat. Pihak-pihak yang kalah dalam persidangan berpeluang memandang negatif langkah KPK, termasuk sepak terjang Novel. Sebaliknya, pihak yang memenangi sebuah persidangan selalu menilai KPK sebagai lembaga independen, tegas, dan memiliki integritas tinggi.
Apakah dengan menumpuknya kasus dan penilaian masyarakat terhadap kinerja KPK akan membuat Novel mundur dari tugas ini? Ternyata tidak. Debut pertama Novel di KPK adalah membongkar kasus korupsi atau suap cek pelayat pada pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia tahun 2004. Setelah itu, Novel membongkar kasus suap atau korupsi Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, dan menyidik kasus suap atau korupsi Seskemenpora yang melibatkan Muhammad Nazaruddin. 
Tidak hanya itu, Novel juga berhasil membongkar kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games Palembang, kasus suap proyek penyesuaian infrastruktur daerah, kasus korupsi Bank Jawa Barat, hingga kasus korupsi proyek e-KTP (KTP elektronik) yang diduga melibatkan sejumlah anggota DPR. Upaya pemberantasan korupsi tersebut tentu memiliki risiko tersendiri.
Puluhan teror ditujukan kepada Novel dan keluarganya, mulai dari teror berupa pesan singkat via ponsel hingga penyerangan fisik dengan menggunakan air keras. Keyakinan Novel tentang kematian seseorang adalah hak prerogatif Tuhan meneguhkan hatinya untuk terus memberantas korupsi, walaupun nyawa taruhannya.
 *Tulisan ini dimuat di Kadar Madura, Selasa, 08 Maret 2018
**Suhairi adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan Madura

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bilangan Fu; Semangkuk Bakso dengan Sedikit Kuah

Makna Toleransi ala Imam Syafi’i

Alyssa dan Persoalan Hidup yang Bertubi