Anak Ajaib Penyelamat Kehidupan
Penerbit : DAR! Mizan, Bandung
Cetakan : I, November 2016
Tebal : 152 halaman
ISBN :
978-602-420-256-9
Firda menyajikan tokoh Karleen sebagai
anak ajaib yang mampu mengatasi kejahatan di Kota Seikhaja. Pada halaman
pertama misalnya, Firda memancing emosional pembaca dengan menyajikan tokoh
Karleen yang dianggap anak ajaib. Tingkah lakunya di luar nalar manusia,
seperti berbicara dengan tembok, berbicara dengan sapu tangan, bahkan berbicara
dengan orang mati. Tokoh inilah yang mampu menyelamatkan anak-anak dari tangan
penculik.
Bagi Karleen, berinteraksi dengan
orang mati merupakan sesuatu yang biasa. Menurutnya, tidak seorang pun yang
pernah terlihat mati. Semua terlihat sama. Hanya tempat tinggal mereka yang
berbeda. Jika tidak ada perbedaan antara orang yang masih hidup dan orang yang
masih meninggal, tentu tidak sulit mengadakan interaksi dengan mereka.
Keistimewaan Karleen ini menjadi
amunisi untuk mengungkap misteri kematian yang terjadi di Kota Seikhaja. Diceritakan,
suatu ketika, Karleen bertemu dengan seorang perempuan yang membacakan sejarah
Kota Seikhaja, melalui sebuah buku. Pada 1934 terjadi kematian massal paling
aneh yang menimpa Kota Seikhaja. Peristiwa itu masih menjadi tanda tanya besar
yang tidak bisa dipecahkan oleh seorang genius kota.
Orang-orang yang menjadi korban sama
sekali tidak bisa diidentifikasi penyebab kematiannya. Tidak ada luka sedikit
pun pada anggota tubuh mereka. Tetapi yang paling mengejutkan adalah organ
penting dalam tubuh mereka mengalami kerusakan yang amat parah. Mereka bukan
mati karena keracunan ataupun terkena wabah penyakit mematikan. Menurut para
dewan di Balai Kota, peristiwa ini dicurigai atas ulah Keixens (hal 74-75).
Keixens merupakan keturunan penyihir
yang tiap sepuluh tahun sekali akan lahir. Mereka yang mempunyai kemampuan
berbicara dengan orang mati, melihat orang yang sudah mati, dan mengendalikan
sihir tidak terlihat, itulah Keixens. Kebanyakan dari mereka tidak akan menyadari
kalau mereka adalah seorang Keixens. Jika ketahuan, mereka langsung dijatuhi
hukuman mati karena dianggap merugikan. Lalu bagaimana dengan Karleen? Apakah
ia termasuk Keixens yang akan merugikan banyak orang?
Karleen merupakan sosok protagonis
yang akan menumpas segala bentuk keangkaramurkaan. Dalam menumpas kejahatan,
Karleen ditemani Lero, yang juga memiliki kemampuan yang sama dengan Karleen.
Bayangkan, mereka harus memburu buku rahasia atau seorang sejarawan yang mampu
menceritakan kondisi Kota Seikhaja secara utuh.
Dari buku yang dibacakan Pak Stokta
misalnya, Karleen mengetahui peristiwa detail akar kejahatan di Kota Seikhaja. Adalah
sosok Paraxeni yang menjadi tokoh penebar kejahatan. Ia memiliki kemampuan
ajaib. Tepat pada 6 Agustus 1968, asap hijau yang meresahkan penduduk kembali
datang dan menyebabkan bencana di mana-mana. Di saat itulah, kelahiran yang
tidak pernah diduga terjadi, lima anak yang nantinya akan menjadi Keixens
selanjutnya lahir ke dunia. Kelima Keixens itu bernama Jonny Brathel, Wendy
Ginger, Agathia Mcfanigel, Feniqthia Roberto, dan Gerbera Numkle (hal 102-103).
Karleen mampu mengalahkan Paraxeni,
sedangkan kelima anak yang sudah kerasupan roh Paraxeni dikejar-kejar warga
hingga tergeletak di sebuah tempat. Akhirnya, mereka diserahkan kepada
keluarganya. Untungnya, Karleen tidak usah mencari bukti empiris terkait
kejahatan yang dilakukan Paraxeni dan kelima anak tersebut, sebagaimana Hamlet
yang selalu menunda keinginannya membunuh Claudius dan Gertrude, atas
meninggalnya ayah Hamlet. Padahal Hamlet tahu bahwa pembunuh ayahnya adalah
Claudius, sang paman, dan Gertrude, sang ibu.
Firda merangkai kalimat dan alur
cerita sangat cermat dan teliti. Latar tempat dan latar suasana yang
ditampilkan sangat detail. Sepertinya, Firda tidak sedang menarasikan
imajinasinya, tetapi menyajikan audio visual ke hadapan pembaca. Pembaca
seakan-akan diajak bertualang, melewati tempat-tempat aneh, berbicara dengan
mayat, atau memasuki kembali masa lalu yang tidak akan ditemukan pada dunia
nyata. Bagi saya, Firda adalah novelis berbakat di bidangnya. Selamat membaca!
*Tulisan ini dimuat di Harian Bhirawa Surabaya, Jumat, 05 Mei
2017**Suhairi adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan
Komentar
Posting Komentar