Ketajaman Puisi dan Syahwat Berpolitik Damai
……
Agar Indah yang indah semakin damai dan indah
Tanah air adalah sajadah
Siapa mencintainya
Jangan mencipratinya dengan darah
Jangan mengisinya dengan fitnah, maksiat, dan permusuhan
Tanah air Indonesia
Adalah sajadah
Sampai kita bersujud kepada Allah
Potongan puisi
karya D. Zawawi Imron ini dibacakan oleh penulisnya pada saat Talk Show
Kepenulisan Inspiratif dengan tema “Terampil dalam Menulis” yang
diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Activita IAIN Madura, , pada September
2018 lalu, di Auditorium kampus setempat. Di hadapan ratusan peserta, penyair Celurit
Emas ini mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mencintai Indonesia dengan
sepenuh hati.
Puisi-puisi D.
Zawawi Imron selalu up to date dan relevan dengan kondisi zaman. Puisi
yang berjudul Indonesia Tanah Sajadah di atas perlu menjadi bahan
renungan bagi masyarakat Indonesia, terlebih pada saat ini bangsa Indonesia
menghadapi hajat besar pesta demokrasi yang akan dilaksanakan 2019.
Pesta demokrasi selalu melahirkan konflik antarkelompok masyarakat. Masing-masing
kelompok yang bertarung dalam pesta demokrasi ini memiliki kepentingan
sendiri-sendiri. Inilah yang menurut Karl Max sebagai salah satu penyebab
munculnya konflik. Menurut Karl Max (2011: 153), sejak masyarakat manusia
mulai dari bentuknya yang primitif, secara relatif tidak berbeda satu sama
lain, masyarakat itu tetap mempunyai perbedaan-perbedaan fundamental antara
golongan yang bertikai di dalam mengejar kepentingan masing-masing golongannya.
Munculnya konflik
antargolongan pasca pesta demokrasi telah menjadi catatan buruk. Bangsa ini belum siap melaksanakan pesta seperti
ini; sebuah gawe besar untuk menentukan dan memilih pemimpin dan wakil
rakyat. Saling curiga antara satu dengan yang lain seakan menjadi sebuah “ritual”
menjelang pemilu. Selain itu, potensi konflik akibat ujaran kebencian yang
dilontarkan untuk menyerang pihak lawan menjadi salah satu cara yang digunakan.
Padahal, ini adalah cara klasik yang tidak bermoral; cara yang hanya
meruntuhkan moralitas bangsa ini di mata dunia.
Pernyataan ini semoga
hanya serupa kekhawatiran saya sebagai bagian dari bangsa ini. Dengan penuh
rasa optimis, kisah memilukan yang cenderung mencederai kesucian proses
demokrasi saya harap tidak akan terulang lagi. Apalagi, dua pasangan
calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Maruf Amin
dan Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno telah mengikuti Deklarasi Kampanye Damai Pemilu
Serentak 2019 di kawasan Monas, Jakarta,
Minggu, 23 September
2018. Komitmen dua pasangan calon capres dan cawapres ini tentu harus diikuti
oleh pendukung dan simpatisan. Dengan harapan, niat tulus yang diikrarkan
tersebut bukan serupa omong kosong dan mengulang peristiwa serupa pada saat
yang berbeda.
Syahwat berpolitik
damai pendukung dan simpatisan kedua pasang calon perlu ditingkatkan. Ini
semacam ujian untuk mempertahankan nasionalisme. Maka, dalam acara Talk Show
tersebut, D. Zawawi Imron juga menekankan penanaman nasionalisme pada siapa
pun yang mengaku bagian dari bangsa ini. “Tidak ada alasan untuk tidak
mencintai bumi pertiwi,” begitu ujarnya, seraya diikuti tepuk tangan peserta. Sebagai
seorang penyair dan budayawan, dedikasi D. Zawawi Imron untuk bangsa ini
tersebar dalam sejumlah puisi yang diciptakannya. Jika fatwa-fatwa sudah tumpul,
jika petuah-petuah sudah tidak mempan, jika nasihat-nasihat tidak lagi
bermakna, maka puisi mencoba mengetuk nurani bangsa untuk memelihara bangsa ini
dengan kesucian puisi.
Masih dalam Indonesia
Tanah Sajadah, D. Zawawi Imron menyodorkan sejumlah alasan mengapa kita perlu
mencintai negeri ini : Kita minum
air Indonesia menjadi darah kita// Kita makan buah-buahan dan beras Indonesia
menjadi daging kita// Kita menghirup udara Indonesia menjadi napas kita// Suatu
saat nanti/ kalau kita mati/ kita akan tidur pulas dalam pelukan bumi
Indonesia// Daging kita yang hancur/ akan menyatu dengan harumnya bumi
Indonesia//
Mencintai negeri
ini tidak sekadar serupa kata-kata pemanis bibir. Perlu langkah konkret dan
tindakan nyata dalam membangun bangsa ini. Kita tidak boleh banyak menuntut terhadap
bangsa ini. Tetapi, kita perlu bertanya pada diri kita sendiri, sejauh mana pengorbanan
kita dalam membangun bangsa ini. Tidak salah jika mantan Presiden Amerika
Serikat, John F. Kennedy berujar,” Jangan Kau tanyakan apa yang diberikan
negara kepadamu, tetapi tanyakanlah apa yang kau berikan kepada negara.”
Jika John F. Kennedy
berusaha menggerakkan bangsanya untuk tidak banyak menuntut. Pernyataan mantan presiden
tersebut masih bersifat universal dan kurang spesifik, sedangkan D. Zawawi Imron mengajak secara
gamblang seluruh elemen masyarakat untuk
tidak membuat konflik dan pertikaian. Siapa mencintainya/ Jangan mencipratinya dengan darah/ Jangan mengisinya
dengan fitnah, maksiat, dan permusuhan//.
Puisi memang hanya
karya sastra. Tetapi, tidak ada salahnya kita menganut konsep Horace bahwa
sastra adalah Dulce et Utile; Sastra itu mendidik dan menghibur. Menelaah
puisi, sama halnya kita menelaah diri kita sendiri, menelaah cara-cara yang
telah kita lakukan, menelaah cara-cara kita berpolitik; kejam apa santun, benar
atau salah. Sebab sastra, dalam hal ini puisi, akan menggiring kita pada cara
berpolitik yang damai.
*Tulisan ini dimuat di Harian Pagi Radar Madura (Group Jawa Pos), Minggu, 30 Desember 2018
**Suhairi
adalah Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura
Komentar
Posting Komentar